Skip to main content

Posts

Showing posts from 2023

Seperti apa kamu dulu?

Sehancur apa kamu dulu sampai tega melihat dan membiarkan orang lain hancur?  Setidak diakui apa kamu dulu sampai kamu berbohong dengan hebat tentang pencapaianmu?  Dibantai seperti apa mentalmu dulu hingga kamu bersikap licik?  Sekurang apakah perhatian dan cinta yang kamu Terima hingga kamu tidak merasakan iba pada orang yang kau tipu? Seolah rasanya makin terpuruk orang tersebht, kamu merasa puas Se disalahkan apa kamu hingga kamu selalu mencuci tangan ketika membuat masalah?  Serapuh dan se berantakan apa kamu dulu hingga kamu runtuhkan semua kepercayaan orang yang menyayangi kamu?  Bagaimana bisa kamu tidak pandang bulu menyakiti orang orang yang mendukungmu?  Siapa yang membiarkan kamu jadi kejam?  Siapa yang ajarkan kamu untuk tidak berempati?  Siapa yang membuat kamu tidak mau minta maaf dan melupakan kesalahan kamu begitu saja? 

Masih Menunggu kah?

Waktu diakhir masa kuliah dulu aku berkali kali menanyakan, "Kamu emang masih mau sama aku? " Pertanyaan itu aku tanyakan ke mantan pacarku di motor. Dia bilang "mau lah. Bahkan kalau kamu sampai menikah bertemu jodohmu, aku masih mau nunggu". Memang gak persis sama dengan apa yang dia katakan  tapi kurang lebih dia bilang seperti itu. Waku itu situasinya memang kita mau pacaran lagi. Jadi wajar kan kalau dia bilang begitu? Tapi aku tidak menyangka kalau keadaan seperti itu benar benar terjadi. Bahwa aku nyatanya  menikah dengan orang lain dan sekarang semuanya berantakan. Aku membuang laki-laki sebaik dia untuk seseorang yang meninggalkan aku dan anaknya begitu saja. Dia memang bukan tipe laki laki tangguh tapi dia jujur dan tulus. Aku tau karna aku pacaran 3 tahun dengan dia. Bodohnya aku membuang dia begitu saja, karena terayu dengan laki laki yang nampaknya lebih hebat, tapi ternyata mematikan cahaya ku. Mantanku ini melakukan semuanya untukku. Dia selalu bilang...

Menjaga Jarak

 Menyadari bahwa kita masih mencintai orang yang merusak hidup kita itu adalah another level of pain. Walaupun tiada rasa lagi untuk kembali, tapi aku masih berharap hidupnya baik-baik saja. Aku masih berharap semoga dia menemukan kebahagiaannya, mencapai mimpinya, dan hidup lebih baik daripada sebelumnya ketika hidup bersama aku. Apa yang ia alami saat ini mungkin karena kebodohannya. Yah, tak mungkin kesalahannya diberikan toleransi terus menerus. Itu jugalah alasan aku memilih berpisah. Tapi aku masih berharap ia belajar dari kebodohannya dan hidup layak setelah ini semua selesai. Inilah mungkin yang namanya mencintai dari jauh. Sebelumnya aku tak pernah tahu arti dari istilah mencintai dari jauh. Tapi sekarang aku rasakan sendiri. Rasa sayangku mungkin tidak berarti untuknya. Kepergianku adalah pilihan yang tepat. Biarlah aku rasakan sendiri sampai waktunya tiba, aku melupakannya. Saat amarahku memuncak aku berdoa bahwa Allah akan berikan keadilan untukku; memberikan balasan pa...

Menikmati Masa Penyembuhan

 Aku bersyukur ada di tahap ini. Aku bersyukur aku tidak berakhir mati di rel kereta hanya karena orang yang merusak hidupku. Tapi dalam masa penyembuhan ini aku merasa sepi, sedih, marah. Semuanya tercampur aduk menjadi satu. Aku sadar betul bahwa perasaan yang tidak nyaman ini tidak terhindarkan. Apapun usahaku untuk menghindarinya, perasaan itu akan tetap muncul. Allah punya alasan mengapa aku harus merasa seperti ini. Seperti yang aku bilang sebelumnya, rasa sakit ini melegakan dan adalah hal yang baik untukku. Maka yang bisa aku lakukan hanyalah menikmati setiap perasaan ini. Ada yang bilang jika hati kita masih bisa merasakan sakit, maka itu adalah bukti bahwa kita masih hidup. Aku bersyukur aku masih bisa merasakan ini semua, tanpa orang lain tahu betapa hancurnya aku. Dan aku tahu pasti, suatu saat nanti aku akan sembuh dan bahagia. Aku juga bersyukur bahwa aku siap mental menghadapi perpisahan ini. Sebetulnya ini sudah ku persiapkan dari dulu. Yah, memang ini sudah waktu y...

Memilih Rasa Sakit

 Entah apa maksud Allah hingga aku harus mengalami ini. Entah kebahagiaan macam apa yang menantiku di depan sana. dan entah Allah akan mengganti orang itu dengan orang sehebat apa hingga rasanya sakit begini. Sepi dan marah aku rasakan setiap hari. Tapi ini jauh lebih baik. Aku rasa, aku memilih 'rasa sakit' yang tepat. Bertahan atau melepaskan keduanya sama saja sakit. Tapi 'sakit' yang aku pilih adalah sakit yang melegakan. Bertahan hanya akan membuatku merasa sakit seumur hidup. Mungkin aku juga akan terbunuh perlahan karena membawa kesedihan selamanya. Ibarat suatu penyakit, kita harus lakukan operasi untuk menghilangkan penyakitnya. Mungkin rasanya akan sakit luar biasa, tapi sakit yang dirasakan akan membawa kesembuhan. Aku bisa saja memilih untuk tidak operasi, tapi itu hanya akan membuat penyakit tersebut menempel pada tubuhku, dan membunuhku pelan-pelan.